BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Merkuri
banyak digunakan sebagai peralatan ilmiah dan listrik, industri yang
menggunakan merukuri klor-alkali untuk memproduksi klorin dan sodium hydroxide.
Di seluruh belahan bumi, industri merupakan sumber utama kontaminasi merkuri. Sebagian
besar keracunan merkuri, dimana diakibatkan oleh metilmerkuri, terutama sebagai akibat dari mengkonsumsi
ikan yang terkontaminasi. Merkuri anorganik dan organik berbeda dalam jalur
masuk dan dan diserap.
Merkuri
yang terdapat dilingkungan secara kimia terdiri tiga bentuk diantaranya adalah
unsur merkuri (Hg0), merkuri anorganik (Hg+) dan garam
merkuri (Hg2+) dan metalmerkuri organik (CH3Hg) dan
senyawa dimetilmerkuri (CH3HgCH3). Merkuri dalam bentuk
uap merkuri diserap melalui system pernapasan, sedangkan tertelan unsur merkuri
yang tidak diserap relatif tidak berbahaya. Setelah diserap,
unsure merkuri dapat melaui darah-batas otak kemudian ke system syaraf. Paparan
unsure merkuri yang paling banyak terjadi terletak pada sumbernya.
Gambar 1. Siklus
Geokimia merkuri. Pada gambar ini menjelaskan tentang reaksi uap Hg2+
menjadi CH3Hg+ dan
seterusnya CH3Hg+ hasil dari fotodegradasi, walaupun
tidak diketahui dari Hg0. (Richard et al, 2008).
Paling
banyak pencemaran lingkungan diakibatkan oleh paparan senyawa merkuri organik.
Merkuri anorganik dapat dikonversi menjadi merkuli organik melalui proses
penguraian bakteri sulfat, kemudian menghasilkan metilmerkuri yang merupakan
salah satu senyawa merkuri yang sangat beracun dan mudah diserap memalui
membrane.
Toksikokinetik
adalah suatu proses distribusi, penyerapan
dan eliminasi yang merupakan cabang ilmu dari toksikologi. Namun konsep
dasar yang terkait dengan proses laju transportasi bahan toksikan pada dosis
yang lebih tinggi berdasarkan prinsip dari famakoninetik diterapkan pada
xenobiotik. Selain itu, xenobitik juga didefenisikan ilmu yang dapat memberikan
informasi tentang jalur paparan, menafsirkan hubungan dosis-respon dalam proses
penilaian resiko. Dalam beberapa dekade terakhir dikembangkan melalui system
fisiologi hewan pada skala laboratorium berdasarkan farmakokinetik untuk
membantu ekstrapolasi ekposur dosis rendah dengan tujuan untuk memberikan
informasi tentang jaringan pada situs target terkait dengan toksisitasnya. Inhalasi adalah jalur serapan air raksa pada
industri logam, sekitar 80% dihirup dan diserap sebagai sebagai uap; metalik
merkuri kurang diserap melalui jalur GI. Jalur utama pengendapan pada otak dan
ginjal diakibatkan oleh terpaparnya garam merkuri anorganik, merkuri organik
merupakan senyawa yang mudah diserap oleh semua jalur. Industri merkuri dapat
menimbulakan masalah seperti radang mulut, tromor otot, iritasi psikis, dan
sindrom nefritik ditandai dengan proteinuria (John Wiley and Sons, 2004).
Metalmerkuri
merupakan salah satu unsur kimia yang sangat dapat menyebabkan ganguan pada
system syaraf. Hal ini menyebabkan pembagian system syaraf pusat tidak normal.
Toksitas kronis yang ditimbulakan diantaranya adalah paresthesia, neuropati
perifer, cerebullar ataksia, akatisia, spastisitas, kehilangan memori,
demensia, penglihatan terbatas, disartria, gangguan pendengaran, penciuman dan
penurunan nilai rasa, tremor, dan depresi. Selai metal merkuri neuropati juga
disebabkan oleh bergai hal seperti bawaan genetic, penyakit kronis, alcohol,
kekurangan gizi atau efek samping dari pemberian obat (Kathleen A. Head, 2006).
1.
Tujuan Dan Manfaat
Penulisan
makalah ini merupakan salah satu upaya dalam mengkaji proses kejadian dan
mekanisme logam berat (merkuri) yang dapat menyebabkan terjadinya ganguan
neropati terhadap organisme baik vertebrata dan invertebrate maupun mamalia.
Kajian kepustakaan dalam penulisan makalah ini melalui referensi ilmiah
mutakhir yang diharapkan dapat memberikan gambaran dan infomasi ilmiah secara
spesifik dalam pemetaan ilmu khususnya bagi kalangan akademisi maupun khalayak
umum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Elemen
Biometilasi dan Biotransformasi
Elemen biometilasi diterapkan terhadap
mikroorganisme dan dalam konteks toksikologi lingkungan, khususnya pada kasus
logam berat, karena senyawa metal diserap melalui membrane usus, dari darah ke barier otak, dan plasenta lebih
mudah dari pada dalam bentuk anorganik. Misalnya, merkuri anorganik akan dapat mengalami metilasi pertama dari
monometilmerkuri dan kemudian menjadi dimetilmerkuri: Hg2+ à CH3Hg à (CH3)2Hg.
Tabel
1. Tipe Merkuri
Tipe
Merkuri
|
||
1. Unsur
|
Uap merkuri (Hg0)
Satuatom gas yang stabil
|
Berhubungan dengan Amalgams
|
2. Anorganik
|
Divalen Merkury (Hg2+)
|
Beracun pada organ dan jaringan
manusia
|
3. Organik
|
Metilmerkuri (CH3Hg+)
Etil Mercuri (CH3CH3Hg+)
|
Ikan dan mamalia laut
Vaksin thimerosal
|
Merkuri pada lingkungan berasal dari
atmosfer, inhalasi uap merkuri, metil dan etil merkuri, untuk merkuri anorganik
divalent mengalami biometilasi sehingga beracun terhadap organ dan jaringan
manusia. Merkuri divalent mudah larut dan stabil dalam air dan beribah bentuk
melalui proses biometilasi menjadi metilmerkuri yang ditemukan pada konsentasi
yang tinggi pada ika dan mamalia laut.
Gambar 2. Proses biometilasi dan biotranformasi
merkuri (sumber : Mark C. Houston, MD, MS, FACP, FAHA, 2007).
Badan Perlindungan Lingkugan (EPA)
menetapkan batas asupan harian 0,1 µg/kg/hari (sekitar 7 µg/hari/untuk 154 lb
person. Diperkirakan satu amalgam dapat menyuplai uap merkuri sebesar 3-17
µgs/hari. Persentase kegiatan amalgam pada lingkungan berkisar 50% berasal dari
merkuri, perak 25% dan 25% sisanya berasal dari timah, tembaga dan nikel. Ikan
dan mamalia laut menyerap berkisar 2-3 µg/hari tergantung pada jenis dan jumlah
yang dimakan. Ikan berumur pajang atau ikan-ikan predator seperti hiu dan ikan
todak kandungan berkisar 1 µg metilmerkuri per garam. Sedangkan pada tuna,
pike, bass dan trot mengandung 0.1-0.5 µg merkuri pergram.
Enzim yang terlibat dilaporkan
menggunakan S-adenosylmethionine atau vitamin B12 derivatif sebagai
donor metal, dan selain merkuri, logam lain seprti timah, talium, dan
metalloid, arsen, selenium, tellurium, dan metilasi sulfur. Bahkan logam yang
reaktif, emas dan platinum dilaporkan sebagai substrat untuk fraksi ini. Hal ini
dapat digambarkan secara skematik seperti berikut :
Gambar 3. Distribusi merkuri dan Siklus Metionin
(Sumber : Sidney MacDonald Baker, 2007).
Pada gambar tersebut menggambarkan
transfer metilmerkuri secara fisiologi yang sangat berbahaya. Konsentrasi
merkuri yang rendah sekalipun merupakan suatu potensi metionin dalam
mensistesis GSH merupakan senyawa utama
dari merkuri yang beracun. Hal ini diakibatkan oleh methyltranfase seluler.
2. Proses Penyerapan Merkuri Pada Organisme
1.
Manusia
Menurut Peter S. Spencer, et al (1990) bahwa organisme air dapat mengakumulasi merkuri
melalui air, (pori air) dan sumber makanan (sedimen). Jumlah akumulasi
merupakan fungsi dari jalur paparan dan faktor-faktor lingkungan seperti Suhu,
pH, Salinitas, Total Karbon Organik, dan sulfide. Jika kondisi lingkungan yang
dapat memungkinkan terjadi metilasi merkuri, maka organisme dapat menimbun
konsentrasi merkuri yang tinggi, walaupun konsentrasi pada air dan sedimen
sangat rendah.
Lebih lantut Peter S.
Spencer, et al (1990) menjelaskan
bahwa fitoplanton, alga dan mikroorganisme dapat
menyerap merkuri merupakan suatu proses pasif yang terjadi melalui absorbs
permukaan sel baik melalui interaksi dalam kelompok fungsional dalam dinding
sel maupun dengan bantuan matriks ekstraseluler. Disfungsi pasif larutan lipid
(klorida bermuatan) dapat menyerap merkuri oleh diatom laut. Serapan merkuri
oleh tumbuhan air dan fitoplanton dapat berkorelasi dengan konsentrasi dalam
air. Air merupakan medium dalam eksposur penting dalam penyerapan merkuri oleh
organisme yang lebih rendah melalui rantai makanan. Konsentarsi merkuri yang
larut dalam air biasanya sangat rendah, naiknya konsentarasi merkuri pada air
dan fitoplanton dipengaruhi oleh faktoa
105-106. Berbeda dengan tumbuhan air dan fitoplanton, proses penyerapan
aktif oleh ikan dan vertebtara yang berkorelasi dengan laju metabolism dan
respirasi. Ikan trot adalah salah satu jenis ikan yang dapat menyerap secara
langsung merkuri dalam air dengan jaringannya.
Gambar 4. Alur dan dampak
metylmerkuri secara fosiologi (Sumber : Ernest Hodgson, 2004, dimodifikasi oleh
Samman, 2012).
Terlepas dari kenyataan bahwa merkuri anorganik dan
organik memiliki kelaruran lipid yang netral, metilmerkuri secara secara
selektif dapat terakumulasi terjadi transfer yang tinggi sedangkan tingat
eliminasinya sangat rendah bahkan tidaka ada sama sekali, maka dapat
mengakibatkan biomagnifikasi pada trofik yang lebih tinggi
1. Ikan dan Invertebrata
Logam
berat dalam air mudah terserap dan tertimbun dalam fitoplankton yang merupakan titik
awal dari rantai makanan, selanjutnya melalui rantai makanan sampai ke
organisme lainnya (Fardiaz, 1992). Kadar logam berat dalam air selalu
berubah-ubah tergantung pada saat pembuangan limbah, tingkat kesempurnaan
pengelolaan limbah dan musim. Logam berat yang terikat dalam sedimen relatif
sukar untuk lepas kembali melarut dalam air, sehingga semakin banyak jumlah
sedimen maka semakin besar kandungan logam berat di dalamnya.
Menurut
Berniyanti dalam Ulfin, (2001), akumulasi logam berat sebagai logam
beracun pada suatu perairan merupakan akibat dari muara aliran sungai yang
mengandung limbah. Meskipun kadar logam dalam aliran sungai itu relatif kecil
akan tetapi sangat mudah diserap dan terakumulasi secara biologis oleh tanaman
atau hewan air dan akan terlibat dalam sistem jaring makanan. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya proses bioakumulasi, yaitu logam berat akan terkumpul
dan meningkat kadarnya dalam tubuh organisme air yang hidup, termasuk ikan bandeng,
kemudian melalui biotransformasi akan terjadi pemindahan dan peningkatan kadar logam
berat tersebut secara tidak langsung melalui rantai makanan. Proses rantai
makanan ini akan sampai pada jaringan tubuh manusia sebagai satu komponen dalam
sistem rantai makanan.
Pengambilan
dan retensi pencemar oleh makhluk hidup mengakibatkan peningkatan kepekatan
yang dapat memiliki pengaruh yang merusak. Proses ini dapat terjadi oleh
penyerapan langsung dari lingkungan atau melalui bahan makanan. Pencemar dalam
makhluk hidup melalui bahan makanan dapat timbul dari sumber yang sama. Jadi
dalam suatu rantai makanan alamiah, pencemaran dapat dipindahkan dari suatu
tingkat trofik ke tingkat trofik lainnya (Cornell, 1995). Retensi pencemar
bergantung pada waktu paruh biologisnya. Jadi, suatu pencemar harus menunjukkan
daya tahan yang relatif tinggi terhadap penghancuran atau pembuangan oleh makhluk
hidup untuk memungkinkan waktu pengambilan yang cukup agar tercapai kepekatan yang
tinggi.
Kandungan
logam berat dalam biota air biasanya akan bertambah dari waktu ke waktu karena
bersifat bioakumulatif, sehingga biota air dapat digunakan sebagai
indikator pencemaran logam dalam perairan (Darmono, 1995). Merkuri diabsorbsi
ikan bandeng dari lingkungan air atau pakan yakni fitoplankton, zooplankton dan
tumbuhan renik yang sudah terakumulasi merkuri dan akan terikat dengan protein
(ligand binding) pada jaringan tubuhnya. Pengambilan awal merkuri oleh
organisme air dapat melalui tiga proses utama yakni melalui alat pernafasan
(insang), permukaan tubuh, dan dari makanan atau air melalui sistem pencernaan
(Murtiani, 2003). Hai ini dapat dilihat pada gambar 5. proses penyerapan merkuri dari
rantai makanan.
Jumlah
absorbsi logam dan kandungan logam dalam air biasanya proporsional, yakni kenaikan
kandungan logam dalam jaringan sesuai dengan kenaikan kandungannya dalam air.
Pada logam-logam non esensial (termasuk merkuri), kandungan dalam jaringan naik
terus sesuai dengan kenaikan konsentrasi logam dalam air lingkungannya (Darmono,
1995).
Gambar
5. Proses penyerapan merkuri oleh ikan dan invertebrate (Sumber :
Murtiani, 2003 modifikasi oleh Samman, 2012).
1. Proses
Keracunan Merkuri terhadap Fisilogis
Merkuri metal (elemen merkuri) merupakan
logam berwarna putih, berkilau dan pada suhu kamar dalam bentuk cair. Semakin
tinggi suhu maka elemen merkuri akan menguap, sehingga banyak orang yang dapat
menghirup dan mengatakan bahwa terasa logam dimulutnya. Merkuri metal di
Amerika Latin dan Asia sebagai bahan pengobatan herbal dan tradisional,
digunakan juga pada acara ritual seperti Voodoo, Santeria dan espiritismo oleh
suku Caribia di Amerika Latin. Selain itu, merkuri juga digunakan sebagai bahan
thermometer, memproduksi gas klorin, caustic soda, pembuatan baterai, saklar
listrik, pemurnian emas, dan bahan
penampal gigi. Untuk bahan penempel gigi
mengandung merkuri metal 50% (WHO, 1976, 1989). Senyawa merkuri anorganik
berupa bubuk putih atau Kristal kecuali merkuri sulfide (HgS) yang biasa
disebut Chinabar adalah berwarna merah dan akan menjadi hitam jika terkena
sinar matahari. Senyawa merkuri anorganik digunakan sebagai fungisida.
Garam-garam merkuri anorganik termasuk ammonia merkurik klorida dan merkurik
iodide sebagai bahan cream pemutih kulit. Selain itu, merkurik klorida (HgCl2)
adalah sebagai anti septic atau disinfektan. Senyawa kimia lain yang mengandung
merkuri sebagai obat urus-urus, cacing, dan sebagai anti bakteri. Untuk merkuri
organik merupakan reaksi antara karbon dan atau organomerkuri. Banyak jenis
organomerkuri namun, yang paling berbahaya dan berdampak dan bayak popular
adalah metilmerkuri (monometilmerkuri dan dimetilmerkuri), salah satu yang
digunakan dalam produk komersil adalah penilmetilmerkuri. Sedangkan dimetilmerkuri digunakan sebagai standar
referensi tes kimia. Pada umumnya ditemukan pada konsentasi yang kecil
dilingkungan namun, sangat membahayakan bagi manusia dan hewan. Metilmerkuri
dihasilkan dari proses mickroorganisme (bacteria dan fungi) di lingkungan.
Selain itu, metilmerkuri dan etilmerkuri juga digunakan sebagai pengawetan
biji-bijian dan infeksi fungi. Kemudian
ketika diketahui menimbulkan dampak negative dan dilarang penggunaannya pada
tahun 1991 (WHO, 1976, Clarkson Thomas, 2002, ATSDR, 1999).
Biomarker pajanan yang umum digunakan
adalah pemeriksaan kadar merkuri dalam darah urin dan rambut, pengkuran dapat
dilakukan dengan AAS untuk menggetahui total konsentasi pada makanan, darah,
urin, rambut dan Gas Chomathography Elektron
Capture untuk memeriksa metil merkuri dalam makanan, jaringan dan cairan
biologi. Neutron Activation untuk
memeriksa total merkuri dalam semua media (WHO, 1990, Mahaffey R. Kathrin,
2005, Grajean Phellipe et al, 2005, Tsuji S. Joice, 2005, Hurtodo Jasmin et al,
2006, Doreo G. Jose, 2003 dan Akagi Hirkatsu et al, 2000 serta Hightower M. et
al, 2003).
Ada tiga bentuk biomarker yaitu :
1. Biomarker
pajanan, merupakan bahan eksogenus atau metabolitnya atau hasil dari interaksi
antara agen xenobiotik dan beberapa
molekul dan sel target yang diukur dari bagian dalam suatu organisme.
2. Biomarker
efek, sesuatu yang diukur secara kimiawi, fisiologi, perilaku atau perubahan
lain pada organisme yang tergantung pada cakupan, dapat dikenal sebagai
asosiasi dengan kerusakan kesehatan dan penyakit.
3. Biomarker
kerentanan merupakan suatu indicator dari inherent atau perlakuan yang
diperlukan organisme untuk merespon suatu tantangan dari berbagai pajanan bahan
xenobiotik.
James, 1996 meneliti tentang profil
prophyrin dalam urin dari berbagai macam pajanan merkuri jangka panjang pada
tikus. Hasil dari penelitianya dapat menyimpulkan bahwa terjadinya perubahan
profil prophyrin dalam urin pada kelompok terpajan dan tidak terpajan. Hubungan
antara trankripsi gen metallothionein dalam ginjal dan liver tikus atau mecit
yang terpajan merkuri anorganik maupun uap merkuri telah diteliti oleh Rudolf
K. Zalups et al, 2000 dan Sato Masahiko
et al, 1997. Penelitian membuktikan bahwa pajanan merkuri meng induce Cytotoxity dan Stress gene in hepG2 cell telah
dilakukan oleh Sutton J. Swayne et al, 2002, Kim Hyun Sang et al pada tahun
2003 meneliti mercies jenis BALB/c jantan dipajan secara kontinu dengan Hg pada
dosis 0;0.3;1.5;7.5 dan 37. Ppm dalam air minum selama 14 hari. Berat badan
menurun pada dosis yang paling tinggi, ginjal dan limpah membesar. Kisaran
dosis tersebut meracuni hati seperti di identifikasikan oleh kadar
aminotrasferase alanine dan
aminotranferase aspartite. Kadar leukosit darah meningkat pada pajanan merkuri
tertinggi. Kadar merkuri 1.5-37.5 ppm, kadar CD3+T lymphocytes dalam
limpah menurun. CD4+ dan CD8+ single-positive lymphocytes
menurun. Pajanan 7.5-37.5 ppm merkuri, CD4+/CD8+
dan CD4+ thymocytes tidak
berubah. Merkuri dapat merubah ekspresi cytokines (tumor necrosis faktor α,
interferon γ dan interleukine 12), c-myc dan histocompatibilitycomplex II dalam
berbagai organ. Hasil menandakan bahwa penurunan T lymphocyte dalam immune
organ merubah ekspresi gen cytokine mungkin merupakan kontribusi anorganik pada
efek immunotoxi.
Gejala keracunan akut antara lain
seperti kehilangan nafsu makan, berat badan menurun shiness. Gejala keracunan kronik ringan adalah erethism, paraethesia, kehilangan daya ingat,
insomnia, tremor dan gingivitis, sweating (WHO, 1976, Hunter et al, 1980.
Keracunan merkuri organik sangat
berbahaya karena mengakibatkan gangguan system saraf pusat (CNS). Gejala
pertama (sindrom) yang dirasakan antara lain rasa kesemutan, rasa baal pada
kulit, jarak pandang mata menyempit, pendengaran berkurang, berjalan limbung,
tremor dan daya ingat yang berkurang, gangguan fungsi ginjal dan kesuburan dan
cacat seumur hidup. Keracunan metilmerkuri menimbulkan gangguan CNS seperti ataxia, pandangat
menyempit, penengaran menurun, neuropati, sifat tembus otak dan plasenta oleh
karena itu berbayahaya bagi janin (David K. Tan, 2006).
Anak-anak yang menghirup uap merkuri,
makan makanan atau bahan lain yang mengandung penilmerkuri atau garam-garam
yang mengandung merkuri anorganik atau menggunakan salep yang mengandung MeHg
akan berkembang menjadi akrodynia
atau sakit pingk. Akrodynia merupakan
kram kaki yang parah, iritabilitas dan kulit menjadi merah tidak normal di
ikuti dengan tangan, hidung, tungkai dan kaki yang mengelupas, gatal, bengkak,
denyut jantung meningkat, tekanan darah meningkat, air liur atau keringat
berlebihan, ruam, resah, sulit tidur dan lemah. Kejadian tersebut hanya terjadi
pada anak-anak, tetapi baru-baru ini dilaporkan pada remaja dan orang dewasa
telah menunjukkan gejala akrodynia (ATSDR,
1999). MeHg adalah senyawa kimia yang sangat dikenal dengan resiko terhadap
perkembangan anak. Pajanan dapat melalui makan ikan, roti yang terkontaminasi
MeHg. Ibu yang terpajan MeHg dapat memajan anaknya melalui air susu ibu.
Kadang-kadang pada anak efek tidak begitu terlihat seperti pada perkembangan IQ
atau efek pada otak (Ramires B. Gloria et al, 2000, Oken Emili, et al, 2005).
Hanya dapat diketahui melalui tes neuropsikologi. Pada saat lahir, anak
terlihat normal, namun selanjutnya mengalami perkembangan bicara atau
perkembangan lainnya lambat. Kasus yang terjadi pada anak-anak di Irak
disebabkan oleh makan roti yang terkontaminasi pestisida yang mengandung MeHg,
pada anak-anak di Jepang disebabkan oleh makan ikan yang terkontaminasi MeHg.
Penelitian retrospektif kadar merkuri darah tali pusar pada 1.000 anak di Faroe
pada umur 7 tahun yang telah terpajang waktu prenatal telah dilakukan. Setelah
diajust dengan berat badan kenaikan MeHg darah pada tali pusar 1-10 µg/L
memberikan kenaikan pada distolik dan sistolok 13.9 dan 14.5 mmHg. Pada anak
laki-laki MeHg darah tali pusar naik 1-10 µg/L, keceatan jantungnya turun 47%.
Variasi kecepatan jantung refleksi dari kontrol
oitoimmune jantung. Kasus keracunan pada seorang anak yang berumur 19
tahun setelah 8 bulan bekerja diperusahaan tambang emas. Anak tersebut
menderita tremor dan fatique karena terpajan merkuri dari tempat ia bekerja.
Hasil pemeriksaan menunjukkan pada anak tersebut menderita tremor,
dysdiadchokinosis dan mild rigidity. Kandungan merkuri pada urin dideteksi pada
24 jam 715 nmol/L (148 µg/L). sedangkan
no adverse effect pada 250 nmol/L (50 µg/L) (Donoghue A. M., 1998).
Merkuri menyebabkan tidak berfungsinya
mitokondria dan stress oksidatif. Tidak berfungsinya mitokondria primer pada
bagian ubiquinone-sitokrom dan NADH dehidrogenase menyebabkan perpidahan ion
Fe++ dan Cu+ pada pusat a3Cub sitokrom C (dapat dilihat pada gambar 2). Hal ini
menyebabkan depolarisasi dan auto-oksidasi pada bagian dalam mitokondria dengan
peroksi lipid dan tidak berfungsinya mitokodria. Konsekwensi fisiologi meliputi
meningkatnya hydrogen peroksida, menipisnya glutathione mitokondria lebih dari
50%, meningkatnya lipid peroksidasi seperti TBRS lebih dari 70%, oksidasi nukleutida
piridin seperti NAD(p) dan mengubah kalsium homeostasis (Mark C. Houston, 2007).
Gambar
6. Proses fisiologis toksitas merkuri Disfungsi mitokondria dan Stres oksidatif
(sumber : Mark C. Houston, MD, MS, FACP, FAHA, 2007).
1. Struktur
Pengaruh Toksikan Pada Neuron
System
syaraf yang komplek, baik secara structural dan fungsional, dan dampak
keracunan dapat mempengaruhi salah satu atau lebih dari unit system secara
selektif. Oleh karena itu, perlu suatu rancangan uji lebih lajut agar dapat
mendeteksi perubahan fungsi secara keseluruhan, tetapi juga pengaruh terdadap
unit dasar dan bagaimana reaksi racun terhadap organisme target. System syataf
telah terbukti bahwa cadangan fungsinal yang cukup besar, dan kerusakan yang
diamati tidak berpengaruh terhadap keseluruhan fungsi samapai lebih luas. Jenis
kerusakan pada system syaraf diklasifikasikan dalam berbagai cara diantaranya
adalah toksisitas saraf, axonopathy, gangguan racun terhadap transmisi impuls,
myelinopathy, dan perubahan sinaptik dalam rilis pemancar atau fungsi reseptor.
Tanda-tanda neuropati bersifat akut, subkronis, kronis Bernard Weiss, (1985), Aerospace
Worker, (1989).
Keracunan
terhadap system syaraf terjadi dengan mekanisme dasar sebagai berikut :
1. Kematian
Neuron dan Sel Glial
Penyebab yang paling umum adalah
terjadinya anoksia, kurang suplainya oksigen ke sel. Anoksia terjadi karena
ketidak mampuan darah menurun dalam menyuplai oksigen ke jaringan seperti
kerusakan hemoglobin, atau ketidak mampuan sel dalam menggunakan oksigen. Ikatan
hydrogen sulfide dengan metilmerkuri dapat menembus penghalang darah ke otak
dan dengan cepat diserap oleh neuron dan sel glial. Selain itu, kematian neuron
dan sel glial juga diakibatkan oleh karbon monoksida dan natrium nitar yang
berikatan dengan hemoglobin dapat mencegah darah mengangkut oksigen ke
jaringan, serta senyawa fluorocitate yang lebih umum dikenal dengan senyawa
1080 dapat menghambat enzim seluler dalam menghambat perantara metabolism.
Bahan kimia pengganggu metaholisme sel dalam pemanfaatan oksigen sel-sel syaraf
dalam berbagai cara. Jenis anoksia juga dikenal sebagai anoksia histoxic.
Neuron adalah sel-sel yang paling
sensitif dalam tobuh dan berperan
sebagai penyuplai oksigen. Penurunan oksigen beberapa menit saja dapat
mengakibatkan perubahan yang tidak dapat diperbaiki atau dikenal sebagai
kematian neuron. Senyawa atau unsure kimia yang menyebabkan kerusahan neron
diantaranya adalah lead, merkuri, halogenasi pelarut industri, asam amino
(glutamate dan trimetylin), dan organophosphate insektisida.
Organomerkuri menyebabkan penurunan
fungsi sel syaraf dalam mensintesis protein. Kematian atau kehilangan sebagian
sementara dari dendrite atau sel atau kehilangan fungsi secara keseluruhan maka
akson mulai mati diakhir distal kemudian nekrosis berlahan bergerak menuju ke sel tubuh. Proses ini dikenal sebagai “dyng-back neuropathy”.
2. Interferensi
Transmisi Listrik
Ada dua cara bahan kimia dapat
menyebabkan penyebaran potensi listrik (impuls) menurun dari akson ke senapsis.
Salah satunya adalah untuk mengganggu aksi gerakan potensial yang dapat
mengakibatkan menurunnya akson secara parmanen. Pada mekanisme lain dapat
menyebabkan kerusakan structural pada akson atau pada lapisan miolinnya. Tanpa
akoson yang utuh atau sempuran, transmisi potensi listrik tidak akan mungkin
terjadi.
Gangguan listrik potensial disababkan oleh agen yang
dapat memblokir atau saluran pompa natrium dan kalium. Pengaruh yang dapat
ditimbulkan seperti melemah, melambat,
atau benar-benar menggangu pergerakan listrik potensial. Mekanisme Neurotoxin kuat diakibatkan oleh daya toksitas suatu
bahan. Tetrodoxin penyebab keracunan
pada katak, ikan puffer, dan invertebrate dan Saxiotoxin penyebab keracunan pada kerang dapat memblokir saluran
natrium. Sejumlah bahan kimaia yang dapat menyebabkan demieliminasi. Toksin
difteri dapat menyebabkan hilangnya myelin dengan mengganggu produksi protein
oleh sel-sel Schwann yang memproduksi dan mempertahankan myelin. Organomerkuri
dalam bentuk metilmerkuri, merkurie dan triethylin menyebabkan hilangnya myelin
terutama disekitar akson motorik perifer (Bernard Windham, 2000).
3. Interferensi
Dengan Transmisi Kimia
Disfungsi
Snaptic adalah akibat dari keracunan
bahan kimia. Terdapat dua jenis sinapsis diantara dua neuron; akson dari satu
neuron dan dendrite yang lain antara neuron dan sel otot atau kelenjar.
Mekanisme tranmisi kimia pada umumnya sama. Perbedaan utama neurotransmitting
kimia terletak pada neuron dan sel otot asetilkelin sedangkan jenis lain dari
neurotransmitter sangat tergantung pada system syaraf dimana sinaps berada.
Senyawa merkuri dapat mempengaruhi sel
granula cerebaral, dan juga reseptor gamma-aminobutyric neurotransmisi. Selain itu merkuri organik
juga dapat menurunkan aktivitas enzim superoxide dismutase dan memodifikasi
aktivitas peroksidase glutanone pada otak kecil dan batang otak. Keracunan
merkuri juga dapat menimbukan stress oksidatif dan gangguan nerodegeratif pada
selang waktu tujuh hari (Bruno de Matos Mansur,
Caio Neno Silva Cavalcante, Bruno Rodrigues dos Santos, and Amauri Gouveia J,
2012). Lebih lanjut Reed ,et al (2006) menjelaskan bahwa merkuri dapat
menggsngu mekanisme fisiologis pada system syraf. Tikus yang terinfeksi MeHg
pada saat hamil dapat menunjukan sensivitas meningkat menjadi amfetamin (agonis
adopamine dan noradrenergic), sensivitas yang lebih rendah pentobarbital (muscarinic reseptor agonis kolinergic) dan
clomipramine (aginis serotonin). Efek merkuri pada neurondopaminergik otak
tengah pada akhirnya mempengaruhi tingkat pengaturan neurotransmitter dan
mendorong perubahan perilaku pada situasi yang memerlukan pilihan.
Tahapan mekanisme interferensi
transmisi kimia meliputi :
I.
Impuls
listrik mencapai kenop sinaptik dan mengalami depolarisasi membrane
parasimpatik
Rilis Synaptic Vesikula Asetilkolin (Ach)
II.
Ion
kalsium masuk mencapai ke sinaptik kenop sitoplasma
Rilis Synaptic Vesikula ach.
III.
Rislis
ach menghentikan ion kalsium dan menghapus dari synaptic kenop sitokrom
Rilis Ach yag berdifusi dicelah sinaptik dan mengikat pada
reseptor pada membrane post-sinaptik
Secara kimia pegaturan reseptor dapat menyebabkan
depolarisasi melalui sinaptik yang dituarkan ke bagian bawah akson atau kedalam
sel efektor
IV.
Ach
dipecah oleh acetylcholinesterase menjadi kolin dan setat di jalur reseptor
pada membran postsynaptic
Kolin kemudian diserap dari celah
sinaptik dan tersedia dan tersedia dari sesintesis yang lebih akan disimpan dan
kemudian diuganakan oleh vesikel sinoptik.
2. Neuropathy
Mekanisme
utama menghasilkan dampak kimia akut neurotoksi dan perkembangan non
degenerative neuropati nampaknya relative spesifik dan tergantung pada sifat
dari sumber xenobiotik tersebut seperti
struktur melekul, hidrofobik dan lainnya, bukan dampak jangka panjang
neurotoksik polutan kimia dan perkembangan neuropati degenerative, yang tidak
spesifik antar proses. Ada hubungan langsung antara aktivasi target membranal
yang spesifik dalam hal struktur, lokasi, dan pengembangan non degenerative
neuropati sepeti gangguan prilaku, perubahan sensorimotor dan fungsi kognitif,
koordinasi motorik, memori, dan halusinasi yang diakibatkan oleh metal organik,
merkuri organik, dan organofosfat (STOA, 2001).
Neurodegenerasi
terjadi pada berbagai gangguan encephalomyopathy mitokondria yang disebabkan
oleh mutasi mtDNA tertentu. Encephalomyopathy
terjadi pada masa anak menjelang dewasa. Salah satu penyebab dari mtDNA adalah neuropati optik keturunan (LHON), dan diskrit syaraf optic
neurodegenrasi dan neuroanatomically.
Hypothyroidism dapat menyebabkan
gangguan ginjal secara akut dan kronis. Hal ini jarang terjadi komplikasi yang
diasumsikan sebagai akibat dari status perendaran darah yang kekurangan hormone
tiroid. Manifestasi yang fatal dari ileus paralitik dan hipotiroidisme
menyebabkan neuropati otonom. Peralitik ileus pada hipotiroidism diasumsikan
sebagai neuropati otonom yang dapat mempengaruhi syaraf intrinsic dari colon.
Menurut Bastenie, (1946) maxiodematous merupakan bahan deposisi dalam serat
otot usus dapat mengganggu integrasi ganglia otonom. Lebih lanjut Wells et al,
(1949 dan 1977) menyimpulkan bahwa kematian akibat ileus paralitik dan
hipotiroidisme selama 20 hari pada saat persentasi dan bedah ke dalam
hepatogenesis yang tidak sempurna. Secara histology menunjukkan bruto kelainan
pada syaraf ekstinsik pusat sementara beberapa perubahan usus kurang menonjol
diamati pada intrinsic pleksus. Banyak para peneliti menyimpulkan ada kemiripan
mekanisme neropati perifer dan neoropati otonom diamati melalui hipotiroidisme.
Senyawa merkuri organik lebih
lippofilik dari pada unsur merkuri dan senyawa merkuri anorganik yang
diakumulasi oleh jarigan hewan (Shafer, 2000). Akumulasi dari metilmerkuri
terhadap system syaraf pusat dan saluran utama sensorik amalia yang menyebabkan
degenerasi korteks visual, serat akar dorsal ganglia, dan otak kecil. Banyak
pembahasan tentang mekanisme neorotoksitas metilmerkuri pada vertebrata, termasuk
gangguan siklus sel dan induksi apoptisis. Metilmerkuri disimpulkan sebagai
bahan yang dapat mengganggu perakitan mikrotubulus dan mengubah fungsi saluran
ion. Pada tingakat molekul, menyebabkan gangguan kation homeostasis, gangguang
interferensi transmisi sinaptik diisyaratkan sebagai akibat dari neurotoksitas
metilmerkuri. Selain itu, metilmerkuri sangat reaktif dengan kelompok sulfidril
(Safer, 2000).
Neuropati merupakan salah satu penyakit yang
yang tidak menular, disebabkan oleh berbagai bahan atau komponen lingkungan
berupa bahan kimia ataupun zat dengan kekuatan fisik. Misalnya penyakit karena
keracunan merkuri, pestisida, cadmium, merkurie serta senyawa kimia lainnya
(Achmadi, 2005).
3. Neuropaty
Periferal
Neuropati
terjadi ketika ada kerusakan pada saraf perifer. Sistem saraf perifer terpisah
dari pusat sistem saraf, yang merupakan otak dan sum-sum tulang belakang. Saraf
perifer seperti terhubung antara sum-sum
tulang belakang ke otot melalui jaringan, kulit dan organ internal,
menyampaikan pesan kembali dari dan kembali ke sistem saraf pusat ke otot dan
kulit. Selain itu, jenis saraf perifer ada juga saraf motorik yang
mengendalikan pergerakan otot, saraf yang mengakibatkan kegegeran, dan saraf
otonom yang mengendalikan usus, jantung, dan organ internal lainnya. Bila
menderita neuropati, artinya serat system sarafnya sudah rusak. Jika saraf
sensoriknya rusak maka dapat menyebabkan otot melemah dan mudah kelelahan, mati
rasa, menurunya kepercayaan diri. Neuropati perifer adalah diagnosis secara
umum tidak dapat diagnosis sehingga
gangguan neuropati hanya diketahui dari depresi atau hypochondriatic (Norman
Latov et al, 2002).
Lebih
lanjut (Hend Azhary et al, 2010) menjelaskan bahwa Saraf perifer terdiri dari bundel saraf
akson panjang saat diluar dari system saraf
pusat (SSP). Beberapa perifer saraf yang terbungkus dalam selubung mielin yang
dihasilkan oleh sel Schwann, sedangkan yang lain yang unmyelinated. Saraf
perifer dibedakan secara fungsional atas motorik, sensorik, dan otonom.
Neuropati perifer jangka biasanya digunakan untuk menggambarkan simetris dan
kerusakan universal untuk saraf yang berdekatan. Kerusakan dan manifestasi
klinis biasanya terletak distal dengan kemajuan proksimal. Beberapa gangguan
dapat merusak saraf perifer dan menyebabkan neuropati.
1.
Pengujian
(Diagnotik)
Penderita neuropati perifer dapat di
evaluasi secara sederhana melalui tes darah, termasuk hitung sel darah lengkap,
profil metabolisme yang komprehensif, dan pengukuran laju endapan darah dan
glukosa darah puasa, vitamin B12, dan hormon thyroidstimulating
levels5 (Gambar 7.). Pengujian tambahan, jika ada indikasi, maka perlu di dilakukan uji melalui suatu unit
atau bagian paraneoplastic untuk mengevaluasi untuk keganasan atau dapat mematikan;
antimyelin yang berhubungan dengan antibodi glikoprotein untuk mengevaluasi
sensorimotor neuropati; antibodi antiganglioside; cairan cryoglobulins;
serebrospinal (CSF) analisis untuk mengevaluasi neuropati demielinasi inflamasi
kronis; antibodi antisulfatide untuk mengevaluasi polineuropati autoimun, dan
tes genetik jika neuropati perifer dicurigai turun-temurun, Tabel 2. (Hend
Azhary, at al, 2010).
*—Complete blood
count, comprehensive metabolic panel, and measurement of erythrocyte
sedimentation rate and fasting blood glucose, thyroid-stimulating hormone, and
vitamin B12 levels (possibly with methylmalonic acid and homocysteine levels).
Gambar 7.
Pendekatan gangguan neuropati perifer. (ANA = antibodi antinuklear; C-ANCA =
sitoplasma antinetrofil sitoplasma antibodi; HIV = Human Immunodeficiency
Virus; P-ANCA = perinuklear antinetrofil sitoplasma antibodi; RPR = cepat
plasma reagin; SPEP = elektroforesis protein serum;. UPEP = urin elektroforesis
protein)
(Sumber : Hend Azhary,
at al, 2010).
Tabel 2. Tes
Gangguan Neurpoati Perifer
Tests
|
Clinical
disorders
|
Routine
·
Complete blood count
·
Comprehensive metabolic panel
·
Erythrocyte sedimentation rate
·
Fasting blood glucose level
·
Thyroid-stimulating hormone level
·
Vitamin B12 level
If
indicated by clinical suspicion
·
Glucose tolerance test, A1C level
·
HIV antibodies
·
Hepatic panel
·
Lyme antibodies
·
Rapid plasma reagin, VDRL
·
Urinalysis (including 24-hour urine collection)
·
Urinalysis (including 24-hour urine collection)
·
Urinalysis (including 24-hour urine collection)
·
Antinuclear antibodies, P-ANCA, C-ANCA
Tests for
uncommon conditions
·
Paraneoplastic panel
·
Antimyelin-associated glycoprotein and
·
antiganglioside antibodies
·
Antisulfatide antibodies
·
Cryoglobulins
·
Salivary flow rate, Schirmer test, rose bengal
test, labial gland biopsy
·
Cerebrospinal fluid analysis
·
Genetic testing
|
-
-
-
-
-
-
·
Diabetes mellitus
·
HIV
·
Liver disorders
·
Lyme disease
·
Syphilis
·
Heavy metal toxicity, porphyrias, multiple myeloma
·
Demyelinating neuropathy
·
Sarcoidosis
·
Vasculitis
·
Underlying malignancy
·
Sensorimotor neuropathy
·
Autoimmune polyneuropathy
·
Cryoglobulinemia
·
Sjögren syndrome
·
Acute or chronic inflammatory
·
demyelinating neuropathy
·
Hereditary neuropathy
|
Note
: Tests are listed in the approximate frequency of the potential underlying
disorder. C-ANCA = cytoplasmic antineutrophil cytoplasmic antibodies; HIV =
human immunodeficiency virus; P-ANCA = perinuclear antineutrophil cytoplasmic
antibodies; VDRL = Venereal Disease Research Laboratory. (Sumber : Hend Azhary, at al, 2010).
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya
adalah :
1.
Pencemaran merkuri di lingkungan dapat
berupa uap merkuri, senyawa organik maupun anorganik yang mencemari air dan
tanah. Dari perairan dan sedimen selanjutnya melalui rantai makanan terutama
melalui ikan berupa metilmerkuri.
2.
Selama di dalam tubuh merkuri akan
terikat dengan protein, metalotionin-sister dan haemaglobin oleh karena itu
keracunan merkuri dapat mengganggu fungsi organ tubuh dimana protein berperan,
dapat mengganggu fungsi ginjal, system saraf, maupun system saraf tepi. Gejala
keracunan akut antara lain seperti kehilangan nafsu makan, berat badan menurun
dan shynes. Gejala keracunan kronik adalah erethism (seperti iritas
excatibillity), paraesthesia, kehilangan daya ingat, insomnia tremor,
gingivitis, dan sweating. Keracunan kronik organik sangat berbahaya karena
mengakibatkan gangguan system saraf pusat (CNP). Gejala pertama (sindrom) yang
dirasakan antara lain rasa kesemutan, rasa baal pada kulit, jarak pandangan
menyempit, gangguan kesuburan, otak janin dan cacat seumur hidup.
3.
Jenis kerusakan pada system syaraf
diklasifikasikan dalam berbagai cara diantaranya adalah toksisitas saraf,
axonopathy, gangguan racun terhadap transmisi impuls, myelinopathy, dan
perubahan sinaptik dalam rilis pemancar atau fungsi reseptor. Sistem kerja
neuron terhambat oleh metilmerkuri, sehingga suplai oksigen terhambat yang
menyebabkan kematian neuron.
4.
Akumulasi
dari metilmerkuri terhadap system syaraf pusat dan saluran utama sensorik mamalia
yang menyebabkan degenerasi korteks visual, serat akar dorsal ganglia, dan otak
kecil mengalami gangguan, sehigga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
5.
Hubungan langsung antara aktivasi target
membranal yang spesifik dalam hal struktur, lokasi, dan pengembangan non
degenerative neuropati sepeti gangguan prilaku, perubahan sensorimotor dan
fungsi kognitif, koordinasi motorik, memori, dan halusinasi yang diakibatkan
oleh metal organik, merkuri organik, dan organofosfat.
DAFTAR
PUSTAKA
Baker
S. M., 2007. Who Ignores Individuality Fails the Patient. International Symposium of The Institute
for Functional Medicine, Sag Harbor, New York.
Azhary H., Farooq
M. U., ; Bhanushali M., Majid A., and Kassab, M. Y., 2010. Peripheral
Neuropathy: Differential Diagnosis and Management. Michigan State University College of Human Medicine, East Lansing, Michigan.
Vol. 81.
Douglas W.
Zochodne., 2012. Reversing neuropathic
deficits. Journal of the Peripheral Nervous System 17(Supplement):4–9. , The
Hotchkiss Brain Institute, University of Calgary, Calgary, AB, Canada.
Hodgson
E., 2004. A Textbook Of Modern Toxicology. Third Edition. Includes bibliographical references and index. ISBN
0-471-26508-X.
Inswiasri.
2008. Paradikma Penyakit Pajanan Merkuri
(Hg). Jurnal Ekologi Kesehatan, Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan.
Vol. 7. No. 2. ISSN 775-785. Jakarta.
Kathleen A. Head, ND. 2006. Peripheral
Neuropathy: Pathogenic Mechanisms and Alternative Therapies. Technical
Advisor, Thorne Research, Inc.; Editor-In-Chief, Volume 11, Number 4.
Mansur B. de M., Cavalcante Caio N. Silva., dos Santos B. R. ,
and Gouveia Jr A., 2012. Effects of
Mercury Chloride (HgCl2) on Betta Splendens Aggressive Display. The
Spanish Journal of Psychology Vol. 15, No. 1, 442-450 ISSN 1138-7416.
Patel M.L.,
Sachan R., and Gupta K. K. Acute Kidney Injury And Paralytic Ileus- An
Unusual Presentation Of Hypothyroidism. International
Journal of Scientific and Research Publications, Volume 2, Issue 2, 148 ISSN
2250-3153.
Russell H.
Swerdlow., 2009. Mitochondrial Medicine and the Neurodegenerative Mitochondriopathies.
Pharmaceuticals ISSN 1424-8247.
Thomas H.
Brannagan., 2012. Current Issues In
Peripheral Neuropathy. Journal of the Peripheral Nervous System
17(Supplement):1–3. College of Physicians and Surgeons, New York, NY, USA.
Zheng W., Aschner M., and Ghersi-Egeac J.F., 2003. Brain barrier systems: a new frontier in metal neurotoxicological
research. Contemporary
issues in toxicology.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar